Si Koruptor Tengik |
Oke, post kali ini adalah edisi curhatan saya selaku pengelola atau bahasa kerennya Manajer UPK Cidenok Mandiri Sejahtera Desa Cidenok Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka. Jadi, jika sekiranya Anda tergolong orang yang anti membaca curhatan yang tak jelas mutunya, silahkan pindah lapak. :)
Begini, akhir-akhir ini saya sedang dibikin gondok oleh dua orang pemanfaat dana bergulir dari Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang saya kelola. Kenapa gondok? Karena terus terang saja akibat ulah “terkutuk” dua orang ini mood saya akhir-akhir ini jadi macam roller coaster yang kadang naik menjulang dan di detik berikutnya menukik tajam. Gara-gara dua orang ini saya nyaris hilang akal dan akan melaporkannya ke polisi. Apa pasal?
Ceritanya begini.. dua orang ini adalah ketua anggota KSM yang mendapat kucuran pinjaman dari UPK yang saya kelola, dan di bulan-bulan pertengahan masa pinjamannya keduanya mengemplang duit angsuran anggotanya. Yang satu ngemplang angsuran satu anggota untuk angsuran satu bulan, dan yang satu sisanya ngemplang angsuran 5 anggota KSM yang dia pimpin hingga dua bulan. Sudah berbagai macam cara kami lakukan agar uang angsuran itu bisa kembali, mulai dari menagihnya langsung ke rumah, menyuratinya, mengutus salah satu pamong desa yang dimatanya cukup berpengaruh , mendatangi keluarganya siapa tahu bisa ikut menasehatinya, mengancam akan mempublishnya di tempat umum macam buronan koruptor jika dia tak juga menunjukkan itikad baiknya untuk mengembalikan uang angsuran anggota yang dia kemplang, bahkan hingga mengancamnya akan mempolisikan dia karena apa yang dia lakukan sudah masuk ranah kriminal. Menggelapkan uang orang lain itu bukankah termasuk perbuatan kriminal?
Tapi kabar buruknya, boro-boro segera mengembalikan angsuran anggota yang dia kemplang, sekedar menunjukkan itikad baik dengan cara misalnya mendatangi kami dan ngomong terbuka bahwa dia tak mampu membayar untuk bulan ini dan minta tempo atau bagaimana pun tak dia lakukan. Saya, tentu saja gondok bukan main. “Ini orang maunya apa sih,” begitu saya membatin. Padahal terus terang saja, untuk Desa Cidenok ini saya sudah pasang kuping tebal ketika berkali-kali ditegor oleh Faskel karena tak jarang saya menabrak prosedur demi memudahkan mereka dalam mengakses pinjaman.
Walhasil, UPK Cidenok yang saya kelola cuma mendapat predikat memadai untuk penilaian kinerja, karena tak jarang saya mengangkangi aturan demi proses pinjaman yang tak berbelit-belit. Misalnya saja, karena kultur di sini budaya berhutang ke Bank Tuyul atau Bank Harian atau Bank Keliling dan atau apalah nama dan sebutannya yang mematok bunga sedemikian tinggi itu memiliki keunggulan yang nyaris tak dipunyai oleh lembaga keuangan resmi seperti pencairan pinjaman yang istilahnya bisa kapan dia butuh, maka detik itu dia akan terima uangnya. Kami mengadopsi kemudahan itu hingga penyusunan proposal pun jadwalnya berbarengan dengan pencairan pinjaman tak peduli bahwa proposal tersebut belum diperivikasi oleh Faskel dan Ass. Keuangan Kabupaten. Karena saya pikir kami di sini harus kondisional dengan keadaan yang ada di lapangan. Kami harus adu kecepatan dengan bank-bank liar berkedok koperasi itu agar warung-warung kecil itu tak lagi harus terjerat bank-bank liar terkutuk itu.
Prosedur lain yang pernah kami kangkangi adalah bahwa kami pernah memegang uang cash hingga delapan juta rupiah tanpa pernah menyetorkannya ke bank. Bukan, bukan karena uang itu kami pinjam dulu untuk usaha, melainkan kami pegang agar kalau-kalau ada KSM yang mengajukan pinjaman kami bisa menyediakannya hari itu juga. Ini juga dalam rangka percepatan dengan bank-bank liar itu.
Bahkan soal durasi pinjaman pun kami di sini sangat-sangat pleksibel. Terserah mereka bagaimana baiknya mengembalikan pinjaman. Mereka yang berprofesi sebagai buruh tani yang berpenghasilan setahun dua kali dan menjadi langganan tali kawatnya tukang ijon, kami fasilitasi juga mereka dengan waktu angsuran yang sama seperti ketika mereka meminjam pada tukang ijon, yakni bayar hanya ketika panen. Tapi, tentu saja bunga yang kami patok jauuuuuh di bawah bunga yang dipatok tukang ijon itu.
Dan hasilnya adalah UPK yang saya kelola diganjar dengan predikat memadai saja sementara desa-desa lain mendapat predikat sangat baik. Oke fine, no problemo.. toh niat awal saya untuk mengelola UPK ini pun adalah untuk menolong orang-orang kecil di desa saya yang sudah jadi langganan rentenir, dan bukannya untuk menyenangkan orang-orang diatas sana yang akan bangga dengan laporan-laporan manipulatif. Masa bodo, saya nggak peduli. Saya hanya ingin bahwa mereka, warung-warung kecil itu, mereka para buruh tani itu, mereka para ibu-ibu dari keluarga miskin itu bisa keluar dari jerat para rentenir busuk yang saya yakin didalam kuburnya nanti akan dipentung dan dipalu seperti di sinetron hidayah itu. :P
Tapi, apa balasannya? Dengan segala kemudahan yang saya usahakan ada dua orang nasabah yang sangat kurang ajar tiba-tiba malah ngemplang duit angsuran anggota KSM yang dia pimpin. Betapa gondoknya saya. Jadi, adakah alasan paling masuk akal yang bisa mencegah saya untuk tidak melaporkan koruptor tengik ini ke polisi? ADAKAH ALASAN PALING MASUK AKAL YANG BISA MENCEGAH SAYA UNTUK TIDAK MELAPORKAN KORUPTOR TENGIK INI KE POLISI? hah?!! Hah?!! HAh?!! HAH?!! :evil:
0 comments:
Post a Comment